Kamis, 14 April 2011

Kebangkitan Ekonomi Rakyat (Kisah Seorang Kuli Beras)

Saya akan bercerita tentang seseorang yang sejak kecil menjadi sumber motivasi dan inspirasi saya. Walaupun saya tidak secara langsung melihat perjuangan beliau, tetapi saya cukup mendapat informasi yang begitu jelas dari cerita beliau dan anak-anaknya. Orang yang saya maksud adalah almarhum kakek saya sendiri. Saya dan kakek saya bisa dikatakan memilikki hubungan yang dekat dibandingkan dengan cucu-cucunya yang lain, dikarenakan pada saat itu saya merupakan satu-satunya cucu laki-laki beliau, karena sebagian besar cucu beliau adalah perempuan.  Banyak jasa yang telah diberikan kepada keluarga besar kami, dimana dengan keterbatasan pendidikan dan ekonomi  yang dimilikki beliau mampu membuat kedelapan orang anaknya menjadi orang-orang yang mapan dan mampu memberikan pengabdian pada masyarakat, karena sebagian besar anak kakek saya adalah tenaga pendidik atau guru.Cerita selengkapnya tentang perjalanan kakek saya akan saya sampaikan berikut ini.
          Di sebuah desa kecil di Jawa Timur lahir seorang bayi disebuah rumah yang mungkin dindingnya saja terbuat dari bambu dan bahkan atapnya mungkin masih terbuat dari daun-daunan yang kering. Pada saat itu belanda sedang berkuasa di bumi Indonesia, suasana serba kacau teror setiap saat bisa datang. Kemudian bayi kecil itu oleh keluarganya dinamakan Asmodiryo. Asmodiryo kecil merupakan seorang anak yang pekerja keras, mungkin waktu untuk bermain saja sungguh mustahil bisa terwujud, karena kewajiban yang harus dipenuhi untuk membantu kedua orang tuanya menjadi buruh tani. Waktu semakin berjalan Asmodiryo kecil telah menjadi dewasa namun tidak terjadi perubahan yang begitu signifikan dari segi pekerjaan dari kecil hingga dewasa cuma satu pekerjaan yaitu buruh tani. Asmodiryo muda menikah dengan seorang gadis remaja yang bernama Klumpuk seorang anak kepala desa yang rumahnya tidak jauh dari kediaman Asmodiryo.
          Setelah menikah Asmodiryo tidak lantas bisa bersenang-senang bersama istrinya, kala itu penjajahan Belanda telah berhasil digulingkan oleh Jepang dan pasti semua sudah tahu dimana Jepang menerapkan kerja Rodi untuk membangun pangkalan militernya di Indonesia. Tanpa direncenakan Asmodiryo ikut di bawa paksa oleh tentara Jepang dalam proyek pembangunan Pangkalan Udara militer yang hingga kini masih digunakan oleh TNI AU yaitu Lapangan Udara Militer Iswahyudi Madiun. Dalam pengerjaannya masih digunakan teknologi yang minim dan masih mengandalkan tenaga manusia secara penuh. Para pekerjanya tidak dibayar dan diperlakukan seperti budak. Asmodiryo termasuk orang yang beruntung karena bisa bertahan, penjajahan Jepang tidak bertahan lama dan Indonesia talah merdeka.

          Setelah proyek ini selesai dia kembali lagi ke keluarganya dan memulai usaha jual beli beras akan tetapi dengan skala yang kecil. Karena pada masa itu beras sangat memegang peranan penting dan istimewa. Asmodiryo mendapat beras dengan membeli dari para petani di daerahnya pada awalnya masih dalam bentuk bulir padi kemudian proses pengeringan sampai menjadi beras di lakukan sendiri. Hal ini bukan pekerjaan yang mudah sebab untuk memisahkan beras dari kulitnya harus di tumbuk ter lebih dahulu karena belum ada alat yang canggih, untuk mendapat hasil yang memuaskan bisa memakan waktu ber jam-jam. Asmodiryo memasarkan berasnya dipanggul dengan pundaknya yang kokoh mampu berjalan dari desa ke desa dengan jarak yang jauh. Dari pernikahannya Asmodiryo dikaruniai 8 orang anak 6 laki-laki dan 2 perempuan.
            Asmodiryo sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, walaupun dia seorang kuli beras  namun dia berharap kelak anaknya bisa lebih sukses darinya. Dengan ekonomi yang pas-pasan beliau mampu menyekolahkan anaknya sampai jenjang SPG dan hasilnya sebagian dari anaknya telah menjadi seorang PNS dan mampu mengangkat perekonomian keluarga. Kunci dari keberhasilan ini adalah karena beliau menerapkan disiplin yang tinggi kepada anak-anaknya terutama hal-hal yang menyangkut pendidikan. Beliau juga tidak terlalu memanjakan anaknya, hal ini bisa terlihat selain sekolah aktivitas anak-anaknya adalah seorang pekerja serabutan atau bisa dikatakan part time, ada yang menjadi buruh di perkebunan tebu, ada yang ikut menjadi buruh tani, dan ada yang ikut membantu nenek dalam memproses padi untuk menjadi beras. Inilah sebuah gambaran bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah suatu penghalang untuk tetap mendapatkan pendidikan yang bagus. Sebab kita harus percaya bahwa Allah SWT tidak akan memberikan masalah yang diluar batas kemampuan kita dengan syarat kita mau berjuang keras untuk memecahkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar